Jakarta, KLIKNESIA — Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengatakan moderasi beragama telah menjadi solusi terhadap berbagai tantangan kemanusiaan, baik di tingkat nasional, regional, maupun global.
“Moderasi beragama juga berperan dalam mengatasi masalah global seperti ketimpangan sosial, perubahan iklim, serta konflik-konflik internasional yang terus berlanjut, seperti yang terlihat dalam ketegangan Israel-Palestina dan perang Rusia-Ukraina,” kata Kamaruddin, belum lama ini dalam International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2024 belum lama ini di Merlynn Park Hotel, Jakarta.
Dalam kurun empat tahun, Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia telah merumuskan konsep moderasi beragama. Konsep ini dirumuskan dengan nilai-nilai yang mencakup semangat nasionalisme, anti-kekerasan, toleransi, dan perdamaian.
Kamaruddin meyakini bahwa Moderasi Beragama merupakan sebuah pendekatan yang dapat menyatukan berbagai elemen bangsa untuk mendorong kemajuan dan keharmonisan.
“Konsep ini sudah diterapkan secara menyeluruh di Kemenag dan telah diintegrasikan ke dalam kebijakan-kebijakan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya,” ujar Kamaruddin.
Tidak Hanya Teori
Lebih lanjut, moderasi beragama bukan sekadar konsep teoritis tetapi harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari. “Moderasi beragama mengedepankan aspek sosiologis, yaitu bagaimana kita berinteraksi dan membangun hubungan yang baik dengan berbagai pihak,” ujar Kamaruddin.
Ia juga mencontohkan praktik moderasi beragama yang diterapkan di kampus, seperti di Universitas Islam Negeri (UIN) yang memperingati hari jadi dengan menghadirkan tokoh-tokoh Islam untuk mencari titik temu antara ajaran agama dan kemaslahatan umat.
Hal senada diungkap, Dirjen Bimas Buddha Supriyadi menyoroti pentingnya moderasi beragama dalam menjaga keragaman Indonesia.
“Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk, dan salah satu pencapaian penting kita adalah mampu menjaga stabilitas sosial-politik di tengah keberagaman ini. Peran moderasi beragama dalam proses tersebut sangat luar biasa,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa peran agama dalam kehidupan sosial-politik Indonesia sangat fundamental dan harus dijaga bersama untuk memastikan perdamaian dan stabilitas.
Sementara itu, Dirjen Bimas Katolik, Suparman menambahkan bahwa kepemimpinan tokoh agama sangat berpengaruh dalam menumbuhkan kesadaran moderasi di kalangan umat.
Ia mencontohkan momen hadirnya Paus Fransiskus saat bertemu dengan Imam Besar Indonesia di Masjid Istiqlal Nasarrudin Umar.
Menurutnya ini mencerminkan pentingnya teladan pemimpin agama dalam meredam intoleransi dan mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dan ekologi.
“Deklarasi Istiqlal yang ditandatangani oleh Paus dan Imam Besar bukan sekadar simbol namun harus diterapkan dalam kehidupan nyata,” ungkap Suparman.
Dalam sesi diskusi, Direktur Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Adib Abdusshomad, menegaskan pentingnya ruang dialog antar-komunitas agama untuk menciptakan kedamaian.
Ia menggarisbawahi tantangan dalam menyampaikan pesan moderasi beragama kepada generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, yang sangat terhubung dengan internet dan media sosial.
“Untuk itu, kita perlu melibatkan para artis dan influencer dalam menyebarkan bahasa moderasi beragama yang relevan dengan mereka,” ujarnya.
Dengan pendekatan ini moderasi beragama dapat diterima lebih luas termasuk di kalangan anak muda yang memiliki pengaruh besar di dunia digital.
Adib juga mengungkapkan pentingnya memperluas strategi moderasi beragama hingga ke komunitas-komunitas yang berada di daerah-daerah yang lebih sulit dijangkau.
Misalnya, di desa-desa seperti di Klaten dan Kudus, yang telah sukses mengimplementasikan nilai-nilai kerukunan antaragama.
“Melalui program-program seperti Desa Sadar Kerukunan, kami berupaya mengedukasi masyarakat untuk memahami nilai-nilai agama masing-masing dan pentingnya menjaga hubungan antaragama yang harmonis,” tandasnya.
Diperkuat dengan PP
Seiring waktu, lanjut dia, pada tahun 2024 Moderasi Beragama diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2023, yang mencakup kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia.
“Inisiatif ini telah menjadikan moderasi beragama sebagai program unggulan, tidak hanya di Kemenag, tetapi juga di seluruh kementerian dan lembaga di Indonesia,” jelasnya.
ICROM 2024 kali ini berfokus pada empat tema utama yakni etika dan keadilan dalam Moderasi Beragama, Moderasi Beragama dan keamanan global, Moderasi Beragama dan pembangunan manusia, serta Moderasi Beragama dan tantangan lingkungan.
Konferensi ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai dasar kerja sama religius dalam menghadapi isu-isu kritis keagamaan masa kini, serta merumuskan solusi-solusi untuk tantangan kemanusiaan yang semakin kompleks.
Selain itu, ICROM 2024 juga membuka ruang bagi para ahli, pembuat kebijakan, dan praktisi untuk berbagi temuan penelitian serta pengalaman praktis mereka selama acara berlangsung hingga 7 November 2024.
“Acara ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi strategis yang dapat menjadi solusi bagi masalah kemanusiaan, baik di Indonesia maupun secara global,” harapnya.
Kementerian Agama berharap bahwa ICROM, sebagaimana Forum Zakat dan Wakaf Dunia (WZWF), dapat menjadi platform yang mendorong kerja sama religius untuk menghadapi tantangan kemanusiaan global.
“Semoga ICROM dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencari solusi-solusi konstruktif melalui kerja sama lintas agama dan budaya. Tidak hanya di tingkat Indonesia, tetapi juga untuk kepentingan global,” tutup Kamaruddin.